Read more: Cara Membuat Tulisan Judul Blog Berjalan http://ojelhtc.blogspot.com/2011/12/cara-membuat-tulisan-judul-blog.html#ixzz1g70iReY3 Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike

tulisan

welcome : selamat mengakses, semoga bermanfaat

Rabu, 14 Desember 2011

SIKAP BAHASA


SIKAP BAHASA
April 30th, 2010
Apa yang dimaksud dengan SIKAP BAHASA???
Sebelum kita masuk pada pengertian sikap bahasa, perlu diketahui apa itu berbahasa?
Berbahasa adalah salah satu wujud kepribadian dan intelektualitas. kit a bisa ambil contoh seorang presenter televisi  Indonesia yang terkenal Desi Anwar, ia adalah seorang wartawati dengan modal intelektualitas bahasa yang baik, ia berbahasa Inggris dengan baik, berbahasa Perancis dengan baik, dan tetap berbahasa Indonesia dengan baik. Semoga ini menjadi contoh bahwa orang-orang pintar justru tidak mencampur adukkan bahasa, dan orang yang pintar berbahasa adalah orang yang menghormati kaidah-kaidah bahasa.
Saatnya bangsa Indonesia dan generasi-mudanya membebaskan pandangan yang mengangggap bahasa Indonesia ‘lebih rendah’ dari bahasa-bahasa bangsa Barat yang pernah menjajah (atau bahkan masih ‘menjajah’ secara tidak langsung) bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghormati asal usulnya, sejarahnya dan bahasanya. Oleh karena itu, sebagai bangsa yang berkepribadian dan mempunyai intelektualitas harus mempunyai sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Indonesia.
1.      Pengertian Sikap Bahasa
Sikap menurut Gerungan (1991:149) dikenal dengan istilah attitude. Pengertian attitude dapat diterjemahkan sebagai ‘sikap terhadap objek tertenu’, dapat berupa sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objeknya.
Anderson dalam El-Fayet (http://el-fayet.blogspot.com) membagi sikap ke dalam dua kelompok, yaitu sikap bahasa dan sikap non bahasa.
(1)   Sikap bahasa
Sikap bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa tertentu, sebagian mengenai objek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya.
(2)   Sikap non bahasa
Sikap non bahasa adalah sikap yang berkaitan dengan sikap sosial, sikap estetis, dan sikap politik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa adalah tata keyakinan yang relatif berjangka panjang mengenai bahasa dan objek bahasa tertentu, yang memberikan kecenderungan kepada seseeorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya.
2.      Ciri-ciri sikap bahasa
Sikap merupakan kontributor utama bagi keberhasilan belajar bahasa. Menurut Dittmar, sikap bahasa ditandai oleh sejumlah ciri yang meliputi:
    -   Pemilihan bahasa dalam masyarakat multilingual
      – Distribusi perbendaharaan bahasa
      – Perbedaan-perbedaan dialektikal
      – Problema yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara individu.
Sedangkan Garvin dan Mathiot mengemukakan sikap bahasa itu setidak-tidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu :
a. Kesetiaan bahasa (language loyality)
Kesetiaan bahasa adalah keinginan masyarakat mendukung bahasa itu untuk memelihara dan mempertahankan bahasa itu bahkan kalau perlu mencegahnya dari pengaruh bahasa lain.
b. Kebanggaan bahasa (language pride)
Kebanggaan bahasa mendorong seseorang atau masyarakat pendukung bahasa itu untuk menjadikannya sebagai penanda jati diri lain.
c. Kesadaran akan norma bahasa (awareness of the norm)
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa pendapat mengenai ciri-ciri sikap bahasa. Ciri-ciri adanya ‘sikap bahasa’ ditandai dengan:
-         Pemilihan bahasa yang tepat khususnya bagi yang tinggal di daerah atau masyarakat multilingual
-         Distribusi perbendaharaan bahasa
-         Perbedaan dialektikal
-         Perbedaan yang timbuk akibat interaksi antara individu
-         Kesetiaan bahasa
-         Kebanggaan bahasa
-         Kesadaran akan norma bahasa
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap bahasa
Ada dua faktor yang mempengaruhi manusia mersepon objek bahasa. Faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal antara lain:
- Kontak dengan bahasa nasional
- pendidikan
- pekerjaan atau status ekonomi
- emigrasi
b. Faktor eksternal antara lain:
- Identitas etnik
- Pemakaian bahasa daerah
- Ikatan dengan budaya tradisi
- Daya budaya tradisional
4.      Jenis-jenis sikap bahasa
Seperti ‘sikap’ pada umumnya bahwa selalu memiliki dua sisi. Sisi jelek dan sisi baik. Begitu juga dengan sikap bahasa. Sikap bahasa ada dua yaitu sikap positif dan sikap negatif.
a.      Sikap positif
Sikap positif tentu saja berhubungan dengan sikap-sikap atau tingkah laku yang tidak bertentangan dengan kaidah atau norma yang berlaku. Sedangkan sikap positif bahasa adalah penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa dan sesuai dengan situasi kebahasaan (http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_1/Lain-lain).
Hal-hal yang menunjukkan sikap positif seseorang terhadap bahasanya antaralain:
(1)   Memakai bahasa sesuai dengan kaidah dan situasi kebahasaan
(2)   Memakai bahasa sendiri (Indonesia) tanpa dicampur dengan bahasa asing
Walaupun lawan bicara mengerti maksud pembicaraan tersebut, alangkah lebih baik menggunakan bahasa sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan sikap seperti itu berarti kita bangga akan bahasa kita sendiri.
(3)  Memakai bahasa sesuai dengan keperluan
Dalam pergaulan sosial, kita mungkin menghadapi beragam keperluan pula. Pergaulan antarbangsa, misalnya, kadang-kadang menuntut pemakaian bahasa yang sesuai dengan kemampuan orang yang terlibat di dalamnya. Oleh sebab itu, bahasa yang lain atau bahasa asing kadang-kadang diperlukan untuk keperluan itu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia untuk keperluan tertentu tidak perlu dipandang sebagai cerminan rasa kebangsaan yang rendah.
 Ketiga hal di atas merupakan contoh sikap postif terhadap bahasa. Sikap bahasa yang positif hanya akan tercermin apabila si pemakai mempunyai rasa ‘setia’ untuk memelihara dan mempertahankan bahasanya sebagai sarana untuk berkomunikasi. Sikap positif terdapat pada seseorang yang mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya sebagai penanda jati diri.
b.        Sikap negatif
Sikap negatif bahasa akan menyebabkan orang acuh tak acuh terhadap pembinaan dan pelestariaan bahasa. Mereka menjadi tidak bangga lagi memakai bahasa sendiri sebagai penanda jati diri bahkan mereka merasa malu memakai bahasa itu. Dalam keadaan demikian orang mudah beralih atau berpindah bahasa, biasanya dalam satu masyarakat bilingual atau mulitilingual terjadi beralih bahasa kepada yang lebih bergengsi dan lebih menjamin untuk memperoleh kesempatan disektor modern dan semacamnya.
Masalah pemertahanan bahasa adalah masalah khas dalam masyarakat multilingual. Berpindah bahasa merupakan suatu indikator kematian bahasa karena orang itu mulai meinggalkan bahasanya. Proses itu sudah tentu tidak terjadi secara total dan secara drastis. Gejala yang secara umum dijumpai adalah lapisan atau kelompok tua lebih bertahan pada bahasanya, sedang kelompok muda lebih mudah terangsang untuk memakai suatu yang baru yang mencerminkan kedinamisan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan sikpa negatif bahasa terjadi pada lapisan kelompok muda.
Sikap negatif bahasa tersebut terbentuk apabila orang yang bersangkutan sudang mengetahui atau sudah diberi tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan, tetapi enggan berusaha memperbaikinya. Orang yang kurang terampil berbahasa dapat menunjukkan sikap positif jika ia belajar dari kesalahan, memperhatikan saran, petunjuk, atau pendapat orang yang ahli, serta mengupayakan perbaikan pemakaian bahasanya. Jika itu dilakukan, orang akan tahu letak kesalahan pada kalimat. Di bawah ini adalah contoh penggunaan kalimat yang mencerminkan sikap negatif bahasa :
(a)    Saya mengucapkan terima kasih di mana ibu-ibu telah sudi datang dalam pertemuan ini.
(b)   Kredit itu telah menolong daripada kehidupan petani setempat.
(c)    Sekolah adalah cara untuk memajukan kehidupan manusia.
(d)   Kamu jangan meng-judge orang tanpa dasar yang kuat!
Kalimat-kalimat di atas tidak menggunakan kaidah yang benar dan mengandung kata-kata asing yang kurang tepat. Kalimat-kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi kalimat yang mencerminkan ‘sikap positif’ terhadap bahasa Indonesia. Perhatikan perbaikan kalimat di bawah ini:
(a)    Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan ibu-ibu datang dalam pertemuan ini.
(b)   Kredit itu telah menolong kehidupan petani setempat.
(c)    Sekolah adalah salah satu sarana untuk memajukan kehidupan manusia.
(d)   Kamu jangan menghakimi orang tanpa dasar yang kuat!
Jika orang hendak berbahasa secara baik, kadang-kadang tidak hanya tata kalimat yang harus diperhatikan, tetapi juga bentuk kata. Ada bentuk kata yang sebetulnya salah, tetapi terpakai secara luas. Jika upaya pembetulannya dapat dilakukan, orang yang bersikap mengutamakan kecermatan berbahasa tentu akan melakukan hal itu.
Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut.
(a)    Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
(b)   Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
(c)    Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
(d)   Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.
Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang negatif dan tidak baik. Hal itu akan berdampak negatif pula pada perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Indonesia dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut
(a)    Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing, padahal kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, bahkan sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia. Misalnya, page, background, reality, alternatif, airport, masing-masing untuk “halaman”, “latar belakang”, “kenyataan”, “(kemungkinan) pilihan”, dan “lapangan terbang” atau “bandara”.
(b)   Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan kata dan istilah asing yang “amat asing”, “terlalu asing”, atau “hiper asing”. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing tersebut,misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan), (dianggap) syah. Padahal, kata-kata itu cukup diucapkan dan ditulis roh, insaf, pihak, pasal, sarat (muatan), dan (dianggap) sah.
(c)   Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak orang Indonesia yang mempunyai bermacam-macam kamus bahasa asing tetapi tidak mempunyai satu pun kamus bahasa Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata bahasa Indonesia telah dikuasainya dengan baik. Akibatnya, kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka akan mencari jalan pintas dengan cara sederhana dan mudah. Misalnya, pengggunaan kata yang mana yang kurang tepat, pencampuradukan penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata ganti saya, kami, kita yang tidak jelas.

Peristiwa-Peristiwa Penting yang Berkaitan Dengan Perkembangan Bahasa Indonesia


Oleh Sri Budhi Utami (20 Juni 2009)
  1. Tahun 1896 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
  2. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
  3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
  4. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
  5. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
  6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia.
  7. Tanggal 25 s.d. 28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
  8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
  9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
  10. Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
  11. Tanggal 16 Agustus 1972 HM Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
  12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
  13. Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini, selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
  14. Tanggal 21 s.d. 26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
  15. Tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira 700 pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
  16. Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara, meliputi: Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
  17. Tanggal 26 s.d. 30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Kongres Internasional


Kongres Internasional
Kongres IX Bahasa Indonesia yang bertaraf internasional yang diadakan Pusat Bahasa, 28 Oktober – 1 November 2008 ini merupakan puncak seluruh kegiatan kebahasaan dan kesastraan serta peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda. Dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju era global, bahasa asing mulai memasuki ranah-ranah penggunaan bahasa Indonesia. Selain itu, penggunaan bahasa daerah tertentu telah meluas di seluruh Indonesia, khususnya di kalangan generasi muda. Di sisi lain, beberapa bahasa daerah mulai ditinggalkan kalangan muda.
Kongres yang diikuti 1.276 peserta dari seluruh provinsi di Indonesia dan beberapa negara seperti Australia, Belanda, Jepang, Malaysia, dan Singapura, ini membahas lima hal utama, yakni (1) bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan penggunaan bahasa asing, (2) sastra Indonesia dan sastra daerah, (3) pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, daerah, dan asing, (4) pengajaran bahasa Indonesia bagi orang asing, dan (5) penggunaan bahasa Indonesia di media massa.
Kongres bahasa ini menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri, para pakar bahasa yang selama ini telah melakukan penelitian dan mengembangkan bahasa Indonesia. Tema Kongres IX Bahasa Indonesia, “Bahasa Indonesia Membentuk Insan Indonesia Cerdas Kompetitif di Atas Fondasi Peradaban Bangsa”. Kongres ini merupakan kegiatan lima tahunan. Kongres I Bahasa Indonesia diadakan di Solo, 25-27 Juni 1938; Kongres II di Medan, 28 Oktober-2 November 1954; Kongres III di Jakarta, 28 Oktober-3 November 1978; Kongres IV di Jakarta, 21-26 November 1983; Kongres V di Jakarta 28 Oktober -3 November 1988; Kongres VI di Jakarta, 28 Oktober-2 November 1993; Kongres VII di Jakarta, 26-30 Oktober 1998; Kongres VIII di Jakarta, 14-17 Oktober 2003.
Dalam kegiatan ini, Pusat Bahasa juga memberikan penghargaan kepada para pemenang Tahun Bahasa/Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2008 yaitu, (1) Adibahasa. kategori A: Provinsi Jawa Timur; kategori B: Provinsi Sumatera Barat; kategori C: Provinsi Sulawesi Tenggara, (2) Peringkat Media Massa Cetak Berbahasa Indonesia Terbaik Koran Tempo, Kompas, Sinar Harapan, (3) Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik Prof. Dr. M. Din Samsudin, Prof. Dr. Marie Elka Pangestu, Prof. Dr. Meutia Farida Hatta Swasono, S.S.,M.A., Anas Urbaningrum, Maudi Kusnaedy, (4) Duta Bahasa. Pemenang I: Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, II : Provinsi Sumatra Barat, III: Provinsi Jawa Barat, (5) Penghargaan Sastra Pusat Bahasa: Hamsad Rangkuti dengan karya Kumpulan Cerpen Bibir dalam Pispot, Ahmadun Yosi Herfanda dengan karya Kumpulan Puisi Ciuman Pertama untuk Tuhan, Arthur S. Nalan dengan karya Drama  Sobrat, (6) Penghargaan Tokoh Pengajaran Bahasa Indonesia di Luar Negeri: Prof. Dr. Ulrich Kratz, Pengajar Bahasa Indonesia di SOAS, London, (7) Penghargaan Tokoh Pelestarian Bahasa dan Sastra Daerah: Dra. H. Suryatati A. Maman, Wali Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Panitia juga menyerahkan penghargaan kepada pemenang lomba
Festival Musikalisasi Puisi Tingkat Nasional, Penulisan Proposal Penelitian Bahasa dan Sastra untuk Mahasiswa (Tingkat Nasional), Sayembara Penulisan Cerpen Remaja Tingkat Nasional, Sayembara Penulisan Esai Pengajaran Bahasa/Sastra untuk Guru SD (Tk. Nasional), Sayembara Penulisan Puisi bagi Siswa SD , Lomba Kaligrafi Bahasa Indonesia, Lomba Pembuatan Poster, Debat Bahasa Antarmahasiswa, dan Penulisan Cerita Rakyat .
Luh Ayu Cinta Hertiyanti dari SMAN 1 Banjar Banyuatis, Bali, keluar sebagai pemenang I Sayembara Penulisan Cerpen Remaja dengan karya berjudul Misteri Daun Cengkeh. Siswa SMAN 1 Denpasar keluar sebagai pemenang V dalam Festival Musikalisasi Puisi. Georgina Audrey Imanuella Saptono Putri, SD Santo Yoseph 2 Denpasar keluar sebagai pemenang III Sayembara Penulisan Puisi bagi Siswa SD dengan puisi berjudul Istanaku. - rat
Media muat: Koran Tokoh, 9 November 2008