MIKROORGANISME TANAH
Inokulasi mikroorganisme dapat dijadikan alternatif dalam mengatasi kelangkaan
pupuk anorganik yang disebabkan mahalnya harga dan distribusi yang tidak
merata.
Ada anggapan yang salah dalam menilai produktivitas padi lokal yang ditanam di
lahan pasang surut di Kalimantan Selatan. Biasanya padi tersebut dianggap
memiliki produktivitas hasil yang rendah. Kenyataannya di Lapangan tidak
seperti itu. Hasil survei pada tahun 1999-2002, di lahan pasang surut tanah
sulfat masam diperoleh hasil yang tinggi meski tanpa penggunaan pupuk.
Produktivitas padi lokal untuk varietas Siam Ubi mencapai 5,34 ton/ha, Siam
Puntal 4,12 ton/ha dan Siam Unus 3,09 ton/ha.
Tingginya produktivitas padi lokal walaupun tanpa pemupukan, padahal kandungan
P tersedianya rendah (< 4,4 ppm), kandungan P total sangat tinggi (> 262
ppm) dan pH sangat masam (> 4,5), serta padi lokalnya tidak menunjukan
gejala kekurangan P, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana tanaman padi tersebut
mendapatkan ”makanan” nya untuk mencukupi ” kebutuhan ” nya.
Hal itu bisa terjadi karena adanya mikroorganisme pelarut P sukar larut dalam
tanah baik berupa bakteri, jamur maupun actinomycetes. Mikroorganisme tersebut
dapat meningkatkan ketersediaan P melalui proses pengkhelatan dan pelarutan P
yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas tanaman. Proses kerjanya
adalah mikroorganisme palerut P tersebut akan menghasilkan asam-asam organik
yang mampu mengkhelat Al, Fe, Ca, dan Mg membentuk kompleks organomental yang
stabil dan P menjadi tersedia bagi tanaman.
Untuk mengetahui mikroorganisme yang cocok, Balai Penelitian Pertanian Lahan
Rawa melakukan ujicoba atas 13 bakteri dan 2 jamur pelarut P kepada 3 jenis
varietas padi yang dicobakan. Berdasarkan warna koloni bakteri, secara umum
bakteri berwarna coklat susu dan putih susu berlendir menunjukkan kemampuan
yang tinggi dalam melarutkan bentuk AlPO4, sedangkan pada bentuk Ca3PO4 adalah
bakteri berwarna coklat susu dan jingga. Berbedanya kemampuan pada warna yang
sama karena ternyata setelah dididentifikasi urutan DNA dan taksonominya, warna
yang secara kasat mata sama, belum tentu memperlihatkan spesies yang sama,
walaupun masih berada dalam satu ordo yang sama.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan kemampuan bakteri dalam
melarutkan P sukar larut dalam bentuk AlPO4 dan Ca3PO4 menunjukkan persentase
yang bervariasi, bahkan di masing-masing varietas. Besar persentase P – larut
yang lebih seragam cenderung diperlihatkan oleh varietas siam unus pada bentuk
AlPO4 dan varietas siam puntal pada bentuk Ca3PO4 (Tabel 1). Kemampuan bakteri
melarutkan P dalam kedua bentuk P padat tertinggi ditunjukkan oleh varietas
siam ubi. Ini seiring dengan lebih tingginya produktivitas yang dihasilkan siam
ubi dibanding kedua varietas lain.
Dalam bentuk AlPO4, kemampuan melarutkan tertinggi ditujukan oleh ordo
Burkholderiales, diikuti oleh ordo Actinomycetales dan ordo Nitrospirales,
sedangkan dalam bentuk Ca3PO4 adalah ordo Burkholderiales, diikuti oleh ordo
Nitrospirales dan ordo Actinomycetales. Bakteri yang memiliki kemampuan
melarutkan keduanya adalah ordo Burkholderiales, yakni spesies Burkholderia
cepacia strain dan Raistonia pickettii strain.
Namun, hasil penelitian ini belum dapat dipergunakan langsung dilapangan.
Tetapi paling tidak menjadi salah satu langkah awal bagi kita untuk
meningkatkan produktivitas padi sekaligus mengurangi keperluan akan pupuk
anorganik terutama TSP ataupun SP36. Dan sepertinya teknologi budidaya
pertanian yang berasaskan pelestarian sumberdaya alam yang berasaskan
pelestarian sumberdaya alam yang menggunakan masukan rendah dengan hasil yang
relatif tinggi seperti pengaplikasian mikroorganisme seperti ini sangat menarik
untuk dikaji lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar